Kamis, 25 Desember 2014

Menjadi Penulis, Tak Sekadar Royalti (2)

Emang, punya duit royalti dosa?
Ya, enggak lah. Malah, dapat pahala karena membantu kemandirian. Dari royalti disisihkan infak, dapat memberi hadiah kepada orang tua dan saudara, dapat membantu teman yang kesulitan. Plus membeli barang yang dibutuhkan.
Tapi kalau royalti satu-satunya tujuan, cepat sekali impian ini menjadi redup. Pasalnya, royalti yang dibayar per 3 bulanan, 4 bulanan, 6 bulanan atau malah ada yang per tahun; baru terasa besarannya bila buku terjual sekitar 2000 eksemplar. Eit, jangan keburu senang mendengar buku kita terjual 2000 eksemplar, sebab buku itu telah terjual tetapi boleh jadi uang yang beredar dari toko buku dan distributor belum masuk seluruhnya ke kas keuangan penerbit sehingga bisa jadi royalti yang terbayar ½ atau ¼ dari total buku terjual.
Bicara masalah royalti memang cukup pelik. Dimulai dari harga kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi, harga kertas yang menjulang, membuat penerbit harus berhati-hati mengeluarkan satu buku. Buku pun berharga mahal, royalti penulis sekitar 10%. Akibatnya, masyarakat menjadi enggan membeli buku, belum lagi kecintaan pada dunia literasi tidak terlalu tinggi. Akibatnya, buah pikiran penulis yang ditulis lamaaaa sekali, dihargai sangat murah.
Apalagi, tidak ada kamus baku mutlak untuk sebuah buku best seller. Apakah jika judulnya berbau ke inggris-inggrisan? Apakah jika temanya kemanusiaan? Apakah jika alurnya supranatural dan fantasi? Apakah pendidikan sedang menggaung sehingga novel motivasi sangat diminati? Setiap tulisan punya peluang menjadi best seller, terjual secara baik atau sebaliknya terpuruk di pasaran. Saya punya buku-buku yang diprediksikan best seller, ternyata jeblok di pasaran. Saya punya buku-buku yang temanya biasa-biasa saja…eh, respon pasar bagus. Banyak faktor yang mengikuti sebuah buku terbit.
But, don’t worry. Pintu rezeki bukan cuma royalty, lho! Karena Allah SWT membukakan pintu-pintu lain semisal: menulis cerpen/artikel di media lebih diperhitungkan karena punya buku, dapat beasiswa, mengisi pelatihan, mengisi acara seminar, dll. Tuh, kan, menjadi penulis itu banyak gunanya!
Jadi, sekalipun berpikiran pragmatis, tetapi jangan jadikan satu-satunya alasan. Meski royalti kecil, tetaplah menulis. Meski sesudah peredaran tahun ke-3 royalti kita adalah …. Dan sebuah surat pemberitahuan: maaf, kami belum bisa mentransfer royalti anda karena jumlahnya kurang dari Rp.50.000; keep on writing.
Sebab menulis itu menyenangkan. Yey! dan kita tidak tahu di buku keberapakah Dia menitipkan rezeki terbaikNya, kan?
aaa
Self Publishing
Capek ngurus royalti? Capek berbelit dengan editor, redaksi, penerbit? Self publishing, ah! Atau bikin penerbitan sendiri! Beberapa penulis perempuan yang sudah berhasil dalam dunia penerbitan adalah mbak Asma Nadia dan mbak Afifah Afra.
Saya sendiri pernah tergoda mendirikan penerbitan sendiri. Ah, masak enggak bisa menjual buku sendiri sampai 3000 eksemplar, sih? Kebangetan banget! Setelah tanya sana sini terkait banyak hal mulai modal sampai teknis; sebelum saya menerbitkan buku sendiri, ada saran seorang penulis muda Mohammad Arif Luthfi aktivis FLP Jatim yang sempat setahun mengajar di  program Indonesia Mengajar.
“Mbak Sinta, mendirikan penerbitan itu enggak gampang, lho. Nanti apa masih bisa punya waktu untuk nulis?”
Saya salut dengan mbak Asma dan mbak Afra yang masih bisa tetap  menulis sembari mengelola penerbitan; tapi apa saya sanggup? Waktu #Rinai baru terbit, saya melayani penjualan buku-buku preorder. Membungkus, memberikan alamat, mengirim ke JNE. Belum lagi kalau ada klaim dari pembaca yang menanyakan, kok, bukunya belum sampai. Hehe, maklum semua masih dikerjakan sendiri.
Mungkin karena saya sedang sibuk kuliah. Mungkin karena saya kurang cermat membagi waktu. Mungkin karena semua agenda kebanyakan ada di hari Jumat-Sabtu-Minggu sehingga nyaris tak ada hari libur. Mungkin, mungkin, mungkin yang lain. Tapi membuat penerbitan sendiri, dibutuhkan satu hal:team work.
Bukan sekadar penulis yang bisa membuat sebuah karya. Mbak Asma punya kerja tim yang baik, mbak Afra punya tim yang andal. Karena bagi saya, alangkah kelelahan menulis, promosi, mengisi kesana kemari, mengelola penerbitan yang merupakan sebuah entitas usaha dengan segala dinamikanya.
Meski, saya tetap punya cita-cita menerbitkan buku sendiri. Karena enggak semua karya kita bisa lolos di penerbit padahal kita suka sekali karya tersebut. Saya ingin menerbitkan buku-buku yang tipis, cepat edar di kalangan teman-teman sendiri. Bukan  buku yang spektakuler, hanya sekedar sharing pengalaman sehari-hari sebagai ibu, anggota masyarakat, istri dan penulis. Enggak mungkin menuntut penerbit untuk menerbitkan semua karya kita sebab mereka punya kebijakan masing-masing. Penerbit juga punya modal yang harus dikembangkan, punya pegawai yang harus diperhatikan.
Self publishing adalah salah satu dinamika menarik di tengah masyarakat penulis. Mereka cepat tanggap terhadap kebutuhan penulis yang mungkin lelah mengantri lama di penerbit regular. Ada banyak self publishing, silakan cermati. Membuat penerbitan sendiri juga bukan hal yang sulit asalkan punya tim kerja, solid membagi peran, transparan dan memiliki akuntabilitas terkait masalah pendanaan.
Saya pribadi tetap menyarankan teman-teman penulis di dua jalur: self publishing dan penerbit reguler. Self publishing bagus untuk mendongkrak motivasi, memiliki buku sendiri meski tipis dan berjumlah terbatas. Tetapi penerbit regular harus tetap ditembus, sebab dalam penerbit reguler berkumpul tim yang sudah punya pengalaman: editor, redaksi, pelaku pasar, distributor.
Apapun penerbitnya, tetaplah punya visi misi besar sebagai penulis!

Menjadi Penulis, Tak Sekadar Royalti (1)

Punya passive incomesecara periodik. Nama yang dikenal. Orang-orang yang respect akan ide yang digulirkan. Dikejar-kejar penerbit. Sesekali ditampilkan media. Menerima permintaan pertemanan setiap pekan. Ada saja yang jadi follower di twitter. Ditakuti teman jika bersamaan ikut lomba menulis. Aaaah, enaknya!
Maka banyak sekali orang yang bilang: aku mau jadi penulis! Aku punya banyak ide, lho. Aku sudah buat cerita ratusan halaman. Aku kepingin nulis cerita cinta, horor, detektif, petualangan, sains fiksi dan banyaaaak lagi. Semangat membara untuk melihat cover buku dengan nama kita tercetak di sampul depan. Biografi singkat di halaman belakang ditambah foto terakhir ukuranclose up dengan senyum paling manis.
Lalu beranjak 6 bulan. 1 tahun. 2 tahun. Impian itu meredup. Semangat layu. Cerita-cerita masih menumpuk di buku catatan maupun file komputer. Tapi keinginan menjadi penulis yang dipertimbangkan, lenyap secepat angin menerbangkan tetes air di musim kemarau.
aaa
Visi Besar. Great Mission.
Tahu Ibnu Khaldun, Ibnu Batuta, Kartini, Dewi Sartika? Kenal Steve Jobs? Steven Spielberg? Pernah dengar Muhammad al Fatih, Shalahuddin al Ayyubi, Napoleon Bonaparte?
Yup. Orang-orang yang namanya tercatat besar dalam sejarah bukan mereka yang punya misi “average man”. Sekadar coba-coba. Sekadar punya uang saku. Sekadar punya karya. Sekadar punya buku. Meski yang ditulis awalnya cerita ringan macam teenlit, chicklit, panduan how to; bukan berarti ambisi atau cita-cita penulisnya sesederhana itu. Orang-orang yang punya keinginan bahwa karya mereka akan dikenang.
Maka, penulis harus membingkai visi misinya dalam sebuah frame besar dan hebat. Sepuluh tahun atau 20 tahun dari sekarang, tulisanku akan menjadi acuan dalam bidang penulisan fiski remaja. Atau acuan dalam bidang yang diminati seperti psikologi, resensi film, kriminal, panduan hidup, dsb. Kegagalan yang berada di tahun ke-1, ke-2 atau malah 6 bulan pertama belum terhitung sebagai kegagalan. Sebab ia masuk ke dalam sebuah outline besar, daftar isi panjang buku kehidupan kita. The Story of My Life.
So, keep moving! Sebab Steve Jobs punya misi merevolusi cara berkomunikasi manusia seantero bumi. Spielberg bosan menonton tayangan film-film TV yang tidak spektakuler. Al Ayyubi enggan lagi mendengar kafilah haji dicegat dan ditarik pajak tinggi sebelum masuk Yerusalem. Kartini dan Dewi Sartika benci perempuan selalu jadi makhluk marginal.
Aku? Kamu? Apa cita-cita besar kita?
aaa
Long Life Education. Belajar Sepanjang Hayat.
Belajar itu bukan sekolah, ya. Arti belajar itu adalah “menimbulkan satu perilaku positif yang menetap.” Jadi kalau sekolah 15 tahun tapi nggak tahu apa arti korupsi, berarti dia nggak pernah belajar.
Belajar menulis ABC supaya mahir menggunakan huruf. Belajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris supaya tahu bagaimana menggunakan bahasa secara tertulis dan lisan. Belajar matematika supaya tahu menggunakan logika (bukan sekadar hafal rumus dan angka!). Belajar di fakultas kedokteran supaya tahu faal, anatomi tubuh manusia juga keMaha Agungan Penciptaan. Jika ada seorang dokter yang sombong dan enggak punya sikap altruis, berarti belum belajar banyak.
Percayalah. Penulis itu orang yang dituntut belajar banyak. Belajar jadi manager: harus bisa mengolah uang saku, mengelola waktu, mengelola jadwal. Belajar jadi psikolog: memotivasi diri, belajar bagaimana otak bekerja, perilaku muncul, pengalaman memperkaya. Belajar jadi sastrawan: bagaimana sih dunia literasi itu? Belajar jadi entrepreneur: apa sih tema yang tengah disukai? Atau, kalau kita enggak mau ikut arus, bagaimana cara mengemasnya? Enggak perlu belajar secara detil, tetapi setidaknya dengan menjalani profesi itu, kita akan turut belajar ini dan itu.
Ada kesempatan kuliah, ayo! Ada kesempatan ikut pelatihan, come on! Ada kesempatan sharing dengan penulis atau profesi lain, ikut! Ada kesempatan baca, lakukan!
Jadi, tetapkan diri uuntuk banyak belajar dari segala hal. Enggak perlu belajar sampai jadi seperti Einstein atau Hawking (meski orang semacam mereka tetap perlu!). Tetapi harus ditanamkan dalam diri: gagal, belajar, gagal lagi, belajar lagi, masih gagal, belajar lebih keras.

Ketua Umum Forum Lingkar pena 2013-2017. Mahasiswi Magister Profesi Psikologi UNTAG

Kamis, 27 November 2014

Syarat Sukses Menulis (2)

Ada enam syarat kesuksesan penulis. Sebelumnya telah dijelaskan dua syarat kesuksesan penulis, yaitu, tsabat dan sabar. Apakah makna syarat yang lainnya?
Syarat berikutnya adalah taat kepada Allah dan RasulNya
Sejak zaman dahulu kala, baik orang Jawa, China, Barat dan orang manapun dari belahan dunia mengenal prinsip “Untung. Hoki. Lucky”. Ada banyak orang kaya, cerdas di dunia ini. Jadi kaya dengan bekerja, Jadi cerdas dengan belajar. Jadi untung dengan…?
Hoki atau keberuntungan seseorang itu sesuatu yang gaib. Sesuatu yang mirip tulisan saya yang sebelumnya “Rezeki 600 juta dan 62 M”. Kadang tidak bisa ditafsirkan. Lho, penulis itu karyanya biasa-biasanya saja, baru juga 5 buku keluar, kok sudah difilmkan? Kok sudah bisa beli mobil dan rumah? Sementara karya saya sudah 30 lebih masih begini-begini saja.
Tak ada yang bisa diutak-atik manusia jika terkait hoki. Tetapi, setidaknya kita bisa berusaha mendekat ke arah keberuntungan dengan mencoba taat pada Allah dan Rasulnya. Taat pada yang wajib, itu terutama dan pasti. Sholat 5 waktu, puasa Ramadhan, menjauhi yang dilarang, dan seterusnya. Menambah dengan amalan-amalan sunnah seperti dhuha dan tahajud. Ada banyak kisah pengusaha yang sukses dengan amalan rutin dhuha, salah satunya Sandiago Uno. Ada seorang pemimpin yang sukses setelah mencanangkan gerakan dhuha dan sholat malam bagi diri dan anak buahnya.
Kita, tak tahu dimana kunci hoki itu berada. Tapi saya ingat sekali dengan perkataan Aa Gym.
“Kalau kita minta sesuatu sama Allah, dan tidak dikasih, emang itu karena Allah miskin? Allah itu Maha Kaya. Kalau tangan-Nya masih tertahan di langit, coba cari terus apa yang kira-kira menahan rizqi.”
Terus coba taat pada Allah dan RasulNya, dan kita tidak tahu di tanggal berapa bulan apa tahun keberapa hoki itu menjadi milik kita.
Berikutnya adalah tak berbantah
Saya sudah pernah mengalami kegagalan ini. Ketika berdiskusi dengan teman-teman editor dan saya meminta program promosi. Saya ngotot membuat buletin-buletin mini dan stiker-stiker untuk cover buku. Meski sebagian besar menggunakan kas sendiri, saya merasa yakin, promosi ini pasti berjalan. Masa sih nggak bisa mendongkrak penjualan? Padahal bagian promosi sudah menasehati, “Mbak, sekarang promosi dengan memasang iklan yang mahal di koran atau majalah, enggak efektif lagi. Yang efektif dan murah adalah lewat medsos dan komunitas-komunitas.”
Apa yang dikatakan teman editor, teman bagian promosi, benar adanya. Ternyata, keberhasilan sebagai penulis jangan dianggap bahwa kita pun mampu menghandle semua. Ada orang-orang yang punya pengalaman lebih dan harus didengarkan, bukan dibantah sesuai kehendak kita sendiri.
Lalu yang tak kalah pentingnya adalah Sabar
Menjadi penulis yang tsabat dan teguh berarti harus sabar membaca untuk meningkatkan kapasitas diri, sabar menulis dengan tema-tema dan tingkat kesulitan yang lebih tinggi, sabar untuk menelaah karya sendiri dan merenungkan kritik orang atas tulisan-tulisan kita. Allah sungguh beserta orang yang sabar.
Sebagai seorang penulis, kita semua mungkin sudah pernah mencicipi apa makna sabar. Sabar membuat outline. Sabar membuat sub-bab. Sabar mencari referensi. Sabar menulis kata demi kata, kalimat demi kalimat. Sabar mengedit. Sabar mencari endorser. Sabar mencari penerbit. Sabar dengan editor. Sabar dengan bagian pemasaran. Sabar menunggu waiting list. Sabar ketika ditolak. Sabar ketika karya terbit dan tak sesuai harapan. Sabar ketika royalti kecil. Sabar ketika buku write off. Sabar ketika kita memutuskan kembali untuk menulis buku baru.
Andai seorang penulis dengan 1 buku kaya raya bisa membeli 10 mobil, 10 rumah, 10 apartemen, royalti 10 turunan tak habis. Secara teori hierarki Maslow, ia sudah tak membutuhkan apa-apa lagi. Tak butuh peningkatan kapasitas diri. Tak butuh belajar. Tak butuh menulis lagi. Lalu tak ada penulis yang mau menulis buku ke-9, 10 sebab ia sudah sangat kaya hanya dengan 1 buku!
Miskinlah ilmu pengetahuan sejak saat itu. Justru, kesabaran sebagai penulis dengan buku-buku write off memacu kita untuk menulis, belajar, menulis, belajar, menulis, belajar dan seterusnya. Lalu, ummat ini pun dihiasi oleh pemikiran-pemikiran beragam yang keluar pada produk-produk tulisan mulai tulisan ulama, pemimpin, negarawan, sastrawan, pendidik, terapis dlsb.
Lalu yang terakhir adalah tidak riya’ dan sombong
Jika  memiliki otak idiot, debil, imbisil dengan point IQ 30 -50, maka kita tidak akan bisa berpikir abstrak dan menemukan kata-kata. Alhamdulillah, Allah berikan pada penulis IQ setidaknya 100 point. Jika kita CP atau cerebral palsy, autis, atau sekian banyak disorder dan tak bisa focus, tak mampu konsentrasi, tak bisa menggerakkan jemari; maka tak akan bisa mengetik atau menulis.
Alhamdulillah, Allah berikan kesehatan pada 100 milyar sel saraf berikut normalnya neuro transmitter sehingga otak kita tidak salah mengartikan sensasi dan persepsi. Kita mampu membuat kalimat-kalimat yang dimengerti orang lain, mampu membuat kisah yang dapat dibaca orang dan memberikan makna. Bayangkan dengan orang schizofren yang dihantui halusinasi dan delusi, ia dapat merasakan musuh-musuh dalam ceritanya berlompatan keluar. Kita, mampu menyelesaikan sebuah cerita utuh sebanyak 200 halaman sejak daftar isi hingga daftar pustaka.
Tidak ada alasan untuk menjadi riya dan sombong.
Semua kita niatkan untuk-Nya. Meski, sebagai manusia normal selentingan rasa itu tentulah ada. Ah, aku sudah jadi penulis yang lumayan nih, barusan menang lomba dan dipuji-puji dewan juri. Merasa tersanjung boleh, tapi jangan lupakan nama Allah di saat kita menerima kenikmatan. Riya dan sombong, seperti semut hitam di atas batu hitam, dalam kegelapan malam. Nyaris tak tampak. Maka dzikir semoga bisa menjadi pembersih bagi kotoran hati.
Nah, siap ya jadi penulis yang sukses, insyaAllah di dunia dan akhirat!
Sumber : www.flp.or.id

Jumat, 21 November 2014

Syarat Sukses Menulis (1)

Gagal menulis? Ditolak berkali-kali? Buku jeblok di pasaran? Bosan jadi penulis? Mungkin sedikit nasehat ini dapat membantu. Awalnya, hanya mendengar penjelasan dari QS 8: 45-47. Tapi sungguh, Al Quran itu memang obat yang makjleb di hati. Sungguh langsung mengena pada diri seorang penulis seperti saya yang kadang dihantui rasa lelah. InsyaAllah, tidak ingin meninggalkan dunia kepenulisan (karena saya cinta dan merasa menulis adalah katarsis). Tapi, salah satu kekalahan kita adalah semakin malas dan jauh dari target-target menulis.
Apa sih sebetulnya isi QS 8 : 45 -47? Sebetulnya surat ini banyak berisi penjelasan peperangan di zaman Rasulullah. Kalau begitu, apa relevansinya dengan zaman sekarang? Kita sudah tidak punya musuh Belanda, Portugis, Jepang lagi. Coba deh, baca lagi dan akan semakin faham bahwa “musuh” itu bisa bertransformasi menjadi makhluk yang banyak sekali ragamnya.
Dari QS 8 : 45, kita bisa lihat bahwa syarat sukses yang pertama adalah tsabat/teguh, maksudnya ayat ini adalah tidak lari ke belakang ketika bertemu musuh, juga istiqomah. Dengan kata lain adalah tetap di tempat meski bertemu musuh. Ya, mungkin saya pernah mengalaminya.
“Sinta, kamu itu bagus lho di fiksi sejarah,” saran beberapa teman dan editor.
Tengok sana, tengok sini. Lho kok, penulis motivasi royaltinya gede, ya? Lho kok, yang sekarang diminati adalah tulisan travelling, ya? Lho…
Akhirnya, kita pun ikut terbawa-bawa menulis hal-hal yang mungkin tidak sesuai kapasitas kita. Memang, saran mas Ali Muakhir, penulis butuh Wisata Karya. Bahwa ia akan bosan terus menerus menulis tema fiksi sejarah. Tapi hendaknya menulis bukan karena sekedar ingin loncat sana dan sini, tanpa punya prinsip apapun. Seharusnya seorang penulis punya spesialisasi sehingga ia akan memiliki brand image khusus, dalam istilah ekonomi pasar celah. Mungkin tidak berlimpah royalti, tapi bila kita memilih spesialisasi, akan dicari penggemar fanatik. Jadi tsabat / teguh ini biasanya dibutuhkan saat bertemu musuh.
Silakan ke toko buku. Buuaanyakkk sekali musuh di sana. Penerbit A, B, C, P, Q, R. Penulis h,i,j,k,l,m,n. Belum lagi penulis dari luar macam Stephanie Meyer, JK Rowling, dll. Ada penulis senior yang terus menerus menerbitkan buku. Ada penulis yunior yang bagus-bagus pula karyanya. Ada penulis anak-anak. Dan…covernya cantik-cantik! Belum lagi penulis yang lebih professional,packagingnya bagus banget, ada tim manajernya, diundang kesana kemari bedah buku. Alamak! Daku gak kuat menghadapi musuh sebanyak itu!
Itulah makna tsabat/teguh. Bahwa kaki kita harus tetap di tempat meski rasa gentar menyerang.
Memang, kenapa sih kita menulis? Karena ingin berbagi satu hikmah kepada orang lain. Selalu terngiang ucapan pak Maman S. Mahayana. Penulis itu orang yang luarbiasa bijak; sebab ia telah melampaui prosesi membaca. Ia menelaah, mengkaji, merenungkan, menafsirkan ulang dengan kebijaksanaannya sendiri dan dengan pengalaman hidup yang telah dijalani, ia menuliskan dengan kekuatannya sendiri. Dengan kekuatan dahsyat seperti itu, seharusnya penulis memang harus memancangkan kaki tetap di tempat pertempuran.
Ada 100 judul buku baru terbit setiap bulan. Ada puluhan penerbit baru yang muncul. Ada penulis-penulis muda yang harus diperhitungkan. Tapi kita tak akan mundur sebagai penulis, sebab tsabat atau teguh baru langkah awal  menuju medan peperangan yang besar.
Lalu yang berikutnya adalah dzikir, sebab sabar dan dzikir memiliki korelasi. Semakin banyak dan khusyuk dzikir, insyaAllah semakin kuat menanggung beban. Sabar itu bukan nerimo loh, diapa-apain juga mau. Ditipu, sabar. Diinjak, sabar. Ditinggal, sabar. Kalah, sabar. Sabar adalah terus maju dengan menanggung beban yang semakin besar sesuai dengan kapasitas dan tahapan langkah yang dijalani. Dzikir adalah salah satu penguat sabar.
Tahukah kita, bahwa semua materi di alam semesta ini memiliki energi? Punya gelombang elektromagnetik? Bunga-bunga punya energi. Batu punya energi. Matahari punya energi. Badan kita punya energi. Atom punya energi. Dan… Kertas punya energi. Tinta punya energi.
Dzikir bukan hanya membuat pelakunya sabar untuk terus maju, menanggung beban yang semakin besar; tetapi juga merasuk menjadi energi ke tulisan-tulisan yang kita buat. Ucapkan Basmallah, sholawat, asmaul husna saat menulis. Buka dengan dhuha atau tahajjud. Perindah dengan baca Quran.

Selasa, 18 November 2014

Penghargaan Prasidatama 2014 Untuk Sekjen FLP

Belum lama ini, Keluarga besar Forum Lingkar Pena turut bangga dan berbahagia. Pasalnya, pada 3 November 2014 salah satu anggotanya mendapat penghargaan Prasidatama 2014 dari Balai Bahasa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Penghargaan itu diberikan kepada Afifah Afra (Yeni Mulati), yang saat ini menjabat sebagai Sekjen Badan Pengurus Pusat (BPP) Forum Lingkar Pena. Kategori Tokoh Sastra Indonesia di Jawa Tengah, dinilai layak diberikan kepada penulis berusia 35 tahun itu, karena dedikasikasinya dalam mengembangkan kegiatan sastra Indonesia di Provinsi Jawa Tengah. Sebelum menjadi Sekjen BPP FLP, Afifah Afra pernah menjabat sebagai Ketua FLP Wilayah Jawa Tengah.
Selain kepada Afifah Afra, Prasidatama 2014 juga diberikan kepada 14 tokoh-tokoh lain, di antaranya Ahmad Tohari (sastrawan), Dorothea Rosa Herliany (sastrawan), Bambang Sadono (anggota DPD RI), Mardianto (mantan Gubernur Jawa Tengah), Amir Machmud N.S. (Pimred Suara Merdeka), Prof. Like Wilardjo (Rektor UKSW), Prof Gunarto (Rektor Unissula), dan sebagainya.
Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah, Pardi Suratno mengatakan, kata Prasidatama berasal dari kata bahasa Jawa kuno yang artinya lebih baik atau semakin baik. Beliau juga menyampaikan, tim telah melakukan seleksi ketat terhadap semua nominasi yang dinilai layak menerima anugerah. Diharapkan, penerima penghargaan dapat terus berkarya semakin baik dan karya mereka mampu memberi pencerahan, pemikiran sehingga memiliki manfaat bagi pembangunan Jawa Tengah secara komprehensif.
“Berbekal semangat untuk memberi penghargaan kepada putra terbaik Jawa Tengah, semoga hal ini dapat menginspirasi kita semua untuk berbuat lebih baik,” kata beliau saat memberikan pidato pengantar pemberian Penghargaan Prasidatama 2014 di Gedung Bundar FBS Universitas Negeri Semarang, 3 November 2014 kemarin. Hadir dalam acara tersebut gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang juga didaulat untuk memberikan penghargaan tersebut. Semoga penghargaan tersebut memicu semangat sekalian anggota Forum Lingkar Pena sedunia.
Sumber : http://flp.or.id/index.php/2014/11/16/prasidatama-2014-untuk-sekjen-flp/

Minggu, 16 November 2014

Kiat Praktis Untuk Jadi Penulis dari Helvy Tiana Rosa

Banyak orang berkata: “Saya ingin jadi penulis! Sumpah!” Tetapi mereka malas membaca, malas untuk mulai menulis. Sampai kapan pun mereka tak akan jadi penulis. Padahal menulis adalah salah satu bentuk komunikasi dan refleksi kecendekiaan seseorang yang dibutuhkan dalam perkembangan orang itu sendiri dan masyarakatnya. Menurut James Peannebaker, menulis bisa menjadi terapi diri atau bahasa awamnya: menghilangkan stress! Dan menurut Abdurahman Faiz, menulis bisa membuatmu menolong orang lain!


Lantas adakah kiat praktis untuk menjadi penulis? Tentu saja ada!


1: Suka membaca

Membaca dan menulis mempunyai kaitan yang erat sekali. Untuk bisa menulis dibutuhkan wawasan yang memadai. Wawasan kita akan berkembang terutama bila kita banyak membaca. Muhammad Iqbal pernah menganjurkan kepada pemuda-pemudi Pakistan, agar dalam seminggu minimal mereka membaca lima buku. Bukan hanya membaca buku yang mereka minati atau sesuai dengan bidang yang mereka tekuni, tetapi juga membaca buku lain--- di luar minat dan bidang mereka. Ini belum termasuk koran dan majalah lho! Tak ada ruginya pula menyempatkan waktu membaca karya para pengarang ternama serta mempelajari apa kelebihan buku ciptaan mereka.

O ya, membaca yang saya maksud di sini juga berarti membaca apa saja, bukan terbatas pada buku. Bacalah diri, lingkungan, masyarakat, semesta, ini akan sangat membantu anda menjadi penulis yang peka.

2: Mencintai bahasa

Kita tak akan bisa lepas dari bahasa sepanjang hari, selama hidup kita. Bukan itu saja, kerap kali kadar intelektual seseorang diukur pula dari cara ia menggunakan bahasa. Jadi mengapa kita tak mencoba untuk senantiasa mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik? Bahkan tahukah anda, ternyata menyenangkan juga membuka-buka KUBI (kamus Umum Bahasa Indonesia). Di sana masih banyak kata yang jarang digunakan, padahal cukup indah dan bisa kita pakai untuk tulisan kita.

3: Menulis catatan harian

Mempunyai catatan harian dan menuliskan apa yang kita pikirkan, kita rasakan atau kita alami setiap hari di dalamnya menjadi latihan yang efektif bagi mereka yang ingin menjadi penulis. Bukan itu saja, siapa tahu kelak anda menjadi orang terkenal dan catatan harian anda dibukukan seperti Anne Frank! Sekarang bahkan anda bisa menulis catatan harian anda di blog, multiply, dan website pribadi anda. Mengapa tak memulainya? 

4: Korespondensi

Sama dengan catatan harian, korespondensi juga menjadi latihan yang baik dan efektif. Kita akan terbiasa bercerita atau menuliskan gagasan yang mungkin akan didukung atau dibantah oleh ‘sahabat pena’ kita. Mau tidak mau hal tersebut membuat kita terpacu untuk lebih meningkatkan wawasan agar nyambung dengannya. Nah kalau merasa menulis surat via pos sekarang sudah tidak masanya, kita tetap bisa mengembangkan korespondensi ini melalui surat elektronik (e-mail). O ya, satu hal. Dulu saya selalu bertanya-tanya, mengapa Kartini begitu berarti bagi negeri ini, hingga hari kelahirannya diperingati setiap 21 April? Apa yang membuat dia lebih istimewa dari Dewi Sartika, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Rasuna Said atau Christina Martha Tiahahu? Apakah karena peran Kartini bagi pendidikan dan kebangkitan perempuan Indonesia? Saya kok ragu. Nama-nama yang saya sebut barusan juga tak kalah hebat. Lalu apa dong sebabnya? Baru kemudian saya tahu: salah satunya pasti karena Kartini menuliskan pikiran dan perjuangannya! Sedang pahlawan perempuan yang saya kagumi dan sebut namanya tadi, tidak. Meski hanya bermaksud korespondensi, akhirnya surat-surat Kartini bisa terbit dalam bentuk buku...

5: Latihan deskripsi dan imajinasi

Cobalah deskripsikan kamar Anda secara detil melalui tulisan. Mudahkah? Latihlah terus kemahiran itu dengan mencoba “melukiskan” ruangan, alam terbuka, orang, benda-benda sekitar dan lain sebagainya. Lalu kembangkan imajinasi Anda. Saat di pagi hari anda melihat seorang nenek tua menatap anda dari balik jendela rumahnya, anda bisa mulai bertanya-tanya dan menerka banyak kemungkinan. Siapa dia? Apa yang dia inginkan dari anda? Bahagiakah hidupnya? Apa ia punya rahasia masa lalu yang tragis? Kalau anda tulis, pertanyaan-pertanyaan itu akan menjelma jalinan cerpen atau novel deh! 

6: Hobi meneliti dan berdiskusi

Menulis bukan melulu persoalan ketrampilan berbahasa. Tulisan bisa menjadi lebih berkualitas dengan penelitian. Penelitian sering membuat tulisan kita lebih ‘kaya,’ unik dan cerdas. Begitu pula dengan diskusi. Seringkali kita temukan hal-hal baru usai kita berdiskusi dengan seseorang. Kita pun bisa berlatih untuk mencoba menuliskan kembali apa saja yang kita diskusikan dengan teman kita, misalnya. Dan tiba-tiba, seperti habis membaca banyak buku, kita akan merasa semakin ‘kaya.’ 


7. Publikasikan karya Anda!

Banyak orang merasa malu dan ragu mempublikasikan karya mereka di media massa dengan alasan baru pemula atau takut karyanya dikritik sebagai karya yang tak bermutu. Akhirnya karya-karya tersebut hanya ditumpuk dalam laci atau disimpan dalam folder entah sampai kapan. Cobalah untuk lebih pede mengirimkannya, tapi tetap dengan mental yang siap bila karya itu tak dimuat. Kadang kita selalu merasa karya yang kita tulis itu buruk, amit-amit lah pokoknya. Tapi bisa jadi pembaca justru merasa sebaliknya. Boleh juga kita minta beberapa teman dekat yang senang mengapresiasi untuk membaca karya tersebut sebelum kita kirimkan--- kalau memang belum terlalu pede untuk langsung mengirimkan setelah kita menuliskannya. Nah agar bisa cepat menerbitkan buku, salah satu caranya adalah dengan meminta semacam kata pengantar dari penulis atau pengamat sastra terkemuka, misalnya. Atau paling tidak meminta semacam endorsmen (komentar di belakang buku). Penerbit yang kita tuju pun menjadi lebih yakin pada kita...

Demikian beberapa kiat yang perlu kita coba untuk bisa menjadi penulis yang baik. Tak perlu terlalu resah dengan kata ‘bakat’. Bila anda merasa tak berbakat, anda tetap bisa menjadi penulis hebat, asal punya tekad dan terus latihan. Mochtar Lubis bilang, hanya diperlukan 10% bakat dan 90 % tekad serta latihan untuk menjadi penulis yang sukses. Jadi, selamat menulis ya!


(Helvy Tiana Rosa) 

Rabu, 12 November 2014

Festival Sastra Migran Indonesia IV

Sumber foto : flp.or.id
CAUSEWAYBAY. Dalam rangka menggali potensi para migran Indonesia di bidang sastra, seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Forum Lingkar Pena Hong Kong mengadakan Festival Sastra Migran Indonesia IV pada hari Minggu, 19 Oktober 2014 di Ramayana Hall, Gedung KJRI Hong Kong. Acara dimulai jam 11.00 – 16.00. Dibuka secara resmi oleh Konjen RI di Hong Kong, Chalief Akbar.
Acara utama adalah “Konser Penulis” yang dimeriahkan dengan kegiatan menulis serentak selama 3 menit. Perwakilan dari KJRI Hong Kong, perusahaan sponsor, perwakilan dari FLP Hong Kong menulis di depan paraaudience dengan menggunakan laptop. Begitu pula dengan peserta yang hadir, mereka turut serta menulis di kertas yang sudah disediakan panitia. Semuanya menulis dalam bingkai tema “Terapi Hati”.
FSMI ini merupakan kegiatan tahunan FLP Hong Kong yang diadakan sejak tahun 2010. Ada pun tujuan FSMI adalah :
  • Menggali potensi para migran Indonesia khususnya di bidang sastra dan kepenulisan.
  • Memupuk rasa percaya diri dan kesadaran bahwa migran Indonesia mampu menjadi subjek acara yang bersifat hiburan edukasi.
  • Membudayakan cinta sastra dan budaya Tanah Air.
  • Memupuk minat baca tulis khususnya di kalangan BMI (buruh migran Indonesia) di Hong Kong.
  • Mengarahkan kegiatan berkelanjutan yang bermanfaat bagi para migran Indonesia di Hong Kong khususnya.
  • Memperkenalkan aktivitas BMI di bidang budaya, sastra dan kepenulisan kepada masyarakat Hong Kong dan Indonesia.
Hadir sebagai bintang tamu pada acara ini, ketua umum Forum Lingkar Pena (FLP), Sinta Yudisia. Ketua umum FLP yang juga psikolog ini menjadi narasumber “Konseling Hati”.
Acara yang padat selama satu hari tak membuat bosan para peserta. Karena banyaknya aktifitas menarik yang mereka tunggu-tunggu. Di dalam acara, FLP Hong Kong mengumumkan para pemenang lomba cerpen, opini dan puisi. Sepuluh finalis lomba puisi unjuk gigi membacakan puisi untuk dinilai oleh para dewan juri. Ada juga penampilan drama dari para anggota FLP serta hiburan dari para BMI Hong Kong baik atas nama pribadi maupun organisasi. Selain itu, acara ini juga bertabur doorprize.
FSMI IV juga dimeriahkan berbagai karya dari anggota FLP Sedunia, yakni Indonesia, Mesir, Pakistan, Kanada, Yaman, Hadramaut, Malaysia, Turki, dan kumpulan kisah inspirasi dari FLP Hong Kong “Miracle of Life”.
Festival Sastra Migran Indonesia IV ini didukung oleh KJRI Hong Kong, BRI Remittance Hong Kong, kartu sim Hemat CSL, tabloid ApakabarPlus, koran Berita Indonesia, majalah Uchty dan majalah CahayaQu.
Sumber : http://flp.or.id/index.php/2014/11/13/flp-hong-kong-gelar-festival-sastra-migran-indonesia-iv/

Selasa, 14 Oktober 2014

Helvy dan Asma Kembali Masuk 500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia 2014/2015


24 orang Indonesia, 17 Pria dan 7 Wanita masuk dalam The Muslim 500; The World’s Most Influential Muslims atau 500 Tokoh Muslim Paling Berpengaruh di Dunia, edisi terbaru 2014/2015 yang dirilis The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Amman- Jordan. Di antara nama-nama tersebut terdapat: Din Syamsudin, Quraish Shihab, Anies Baswedan, Said Aqil Siradj, Aa Gym, Jokowi, Syafii Ma’arif, Hidayat Nurwahid , Haidar Bagir, Musthafa Bisri, Sri Mulyani, Megawati Soekarno Putri, Tuty Alawiyah, Tri Mumpuni, Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia.
Dua nama terakhir merupakan kakak beradik yang sama-sama terpilih masuk di bidang Arst and Culture. Ini merupakan yang ke 6 kalinya bagi Helvy dan ke 3 kalinya bagi Asma.
Semoga bisa amanah, berkah dan terus berkarya. Aamiin.
Sumber : sastrahelvy.com

Kamis, 07 Agustus 2014

Puisi Terbaik pada Acara Ngobrol dan Bukber Sri Izzati

Tim FLP Bali dengan keluarga Sri Izzati
Selamat kepada peserta yang memiliki email dengan alamat Adhe_setya@xxxx.com dan nomor HP 08133****269 telah terpilih sebagai puisi terbaik pada acara Ngobrol dan Bukber Sri Izzati di Wong Solo pada 15 Juli 2014. Puisi terbaik ini langsung dipilih oleh Sri Izzati. Berikut puisi terbaik tersebut.

Hakikat Ketidakmungkinan

Pernahkah Engkau melihat langit
Dari balik gelapnya jeruji besi
Pernahkah engkau menyentuh lautan
Dari puncak gunung yang tinggi

Pemenang puisi terbaik berhak mendapatkan sebuah buku dari FLP Bali yang akan langsung diberikan kepada peserta pemenang setelah kami hubungi.

Kamis, 17 Juli 2014

Sri Izzati, Penulis Muda dengan Segudang Prestasi


Siapa yang tak kenal Sri Izzati, penulis cilik legendaris peraih rekor MURI sebagai penulis novel termuda.  Kini Izzati tumbuh menjadi gadis belia nan cantik yang tak cilik lagi. Di usianya yang masih menginjak  19 tahun, dia sudah menghasilkan karya yang tak sedikit, ada 11 judul yang sudah diterbitkan, serta 6 buku antologi cerpen bersama penulis lain. Maka pantaslah dara kelahiran tahun 1995 ini meraih perhargaan sebagai Inspiring Young Writer di tahun 2013 dari DAR! Mizan Publishing.

Sri Izzati menyempatkan hadir pada Buka Bersama dan Diskusi Kepenulisan bersama Sahabat Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Bali di Rumah Makan Wong Solo pada Selasa 15 Juli 2014. Dengan didampingi Ayah dan Ibunya,  Izzati mengaku surprise degan acara ini.
“Awalnya saya ragu ke Bali, siapa yang mau datang dan ketemu saya, ternyata banyak juga yang hadir. Saya jadinya gugup dan salah tingkah di depan sini” ungkap Izzati mengawali diskusi di depan para peserta.

Sejak usia 3 tahun Izzati sudah mulai suka membaca buku sehingga karena hobinya itulah dia sering minta dibelikan buku pada orangtuanya.
“Dulu, saking semangatnya baca buku, aku keseringan minta dibelikan buku, sampai Mama ngasih syarat sebelum beli buku baru, harus ceritakan dulu buku yang sebelumnya dibaca” kenang Izzati saat masih kecil.
Izzati kecil begitu semangat membaca dan membeli buku sehingga juga harus sering bercerita kalau membeli buku sampai Ibunya tercinta kewalahan. Akhirnya sang Ibu punya cara lain, yaitu cerita-cerita Izzati harus dituliskan dan diketik di komputer.
“Saking semangatnya Izzati, Ibu minta ceritanya diganti denga tulisan selain saya juga banyak kesibukan. Dari situlah Izzati rajin menuliskan buku-buku yang telah dibacanya sehingga menjadi kebiasaan menulis.” Cerita Bu Heti, Ibunda Izzati.
Di sela-sela menulis isi buku yang telah dibacanya, Izzati diam-diam juga menambahkan idenya sendiri di tulisan tersebut. Bahkan juga menuliskan cerita dari ide-idenya sendiri yang bahkan orangtuanya tidak tahu bahwa Izzati sudah bisa menulis sebuah bukunya sendiri.
“Saya minta Papa untuk cetak dan fotokopi tulisan-tulisan saya. Biasanya dibagikan ke teman-teman untuk dibaca. Sampai suatu saat ada teman Papa yang bantu untuk menerbitkankannya” ungkap Izzati.
Dengan segala perjuangan maka terbitlah karya novel pertama Izzati, Powerful Girls di tahun 2003. Dengan novel ini, Izzati mendapat penghargaan sebagai novelis termuda di usianya yang masih 8 tahun. Dari karya pertama ini, Izzati mengaku dia senang dan bersyukur serta membuat dia semangat untuk terus berkarya dan beprestasi.






Senin, 28 April 2014

FLP Bali "Dialog Sastra Habiburrahman El Shirazy" di 1st IBF Bali 2014

Islamic Book Fair merupakan pameran buku islam terbesar dan terlengkap di seluruh nusantara yang berlangsung sejak 2002. Event yang berlangsung setiap tahun di beberapa daerah ini merupakan salah satu destinasi wisata buku islam yang ditunggu-tunggu oleh para penikmat sastra tanah air. Rangkaian IBF 2014 diawali dengan dibukanya IBF Jakarta yang berlangsung di Istora Senayan dan dilanjutkan dengan beberapa daerah lain di Indonesia.

Sebagai salah satu kawasan pariwisata dengan jumlah muslim yang masih sedikit, Pulau Bali pun tak ingin tertinggal. IBF 2014 yang berlangsung tanggal 26 April – 3 Mei 2014 di Exhibition Hall Denpasar Junction merupakan kali pertama pameran buku islam ini terselenggara. Meskipun tidak sebesar dan selengkap IBF yang berlangsung di Jakarta dan beberapa daerah di Pulau Jawa, The First IBF ini mampu menyedot perhatian warga Bali, khususnya muslim, untuk hadir dan berpartisipasi dalam berbagai acara yang ada didalamnya. Mulai dari Lomba, Seminar, dan Talkshow yang mendatangkan artis dan penulis buku yang sudah tak asing di telinga para pecinta buku.

Bekerja sama dengan Forum Lingkar Pena Bali, IBF Bali 2014 turut menghadirkan Habiburrahman El Shirazy. Penulis sekaligus Sutradara Film yang gemilang dengan nuansa islam yang kental di setiap karyanya. Kemahiran menuangkan kalimat nan bersahaja tidak serta merta dimilikinya sejak lahir. Karir gemilangnya di dunia kepenulisan diawali dengan perjuangan besar. Penobatannya sebagai salah satu penulis muda terbaik di Indonesia tidak membuatnya alpa terhadap pengalaman sederhana yang melambungkan namanya. Beberapa karyanya bahkan menjadi Best Seller di tingkat Nasional dan Asia Tenggara. Sebut saja Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan Bumi Cinta yang sebagian sudah difilmkan di layar lebar dan layar kaca Indonesia.


Talkshow yang bertajuk Dialog Sastra bersama Habiburrahman El Shirazy ini rupanya cukup diminati pengunjung IBF (Minggu, 27 April 2014). Bu Dina selaku Ketua Bidang Kaderisasi FLP Wilayah Bali mendapat kesempatan menjadi moderator mendampingi Kang Abik –sapaan Habiburrahman. Acara berlangsung baik dengan peserta tidak hanya memenuhi kursi yang tersedia, bahkan juga duduk di bagian tepi balkon dekat panggung. Perbincangan berlangsung hangat dan interaktif dengan melibatkan para peserta secara langsung. Tentunya banyak ilmu yang dapat diserap sebagai bekal calon penulis masa depan yang mendedikasikan karya sebagai bagian dakwah mulia. (ky)

Dialog Sastra bersama Kang Abik (dok.FLPBali)


Peserta memadati acara (dok.FLPBali)

Bingkisan untuk penanya (dok.FLPBali)

Senin, 13 Januari 2014

Kang Ali: Cukup Belajar dari Anak untuk Dapat Menulis Cerita Anak

Ali Muakhir


“Belajarlah banyak hal dari anak-anak. Belajar cara dia ngotot untuk mendapatkan sesuatu. Cara dia fighting untuk dapat ijin dari apa yang dilarang untuknya. Belajar cara mereka memanage ide-ide dan imajinasi mereka. Kemudian terapkan pada tulisan-tulisan Anda.”

Sepenggal kalimat yang sangat berisi dan penuh motif ini diulas sederhana oleh Ali Muakhir dalam Workshop pertamanya di Pulau Bali. Tentu ini merupakan momen spesial bagi FLP Wilayah Bali dalam menghadirkan penulis cerita anak profesional satu itu. Ratusan buku telah ditulisnya demi mengembangkan bakat dan imajinasi anak Indonesia. Tak salah berbagai penghargaan telak diraih, bahkan MURI menghampirinya sebagai Penulis Paling Produktif di tahun 2009. Selain aktif sebagai penulis, beliau juga merupakan pengelola Rumah Produksi Line Production dan Forum Penulis Cerita Anak.


Minggu, 12 Januari 2014, FLP Wilayah Bali menggelar Workshop Menulis Cerita Anak bersama Kang Ali Muakhir bertajuk Menulis Cerita Anak, Mencerdaskan Anak Indonesia. Acara yang berlangsung di Wisma Keuangan Denpasar ini dihadiri sekitar 100 peserta yang berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari ibu rumah tangga, pendidik, mahasiswa, bahkan siswa sekolah menengah. Dimulai pukul 09.00 WITA, acara belangsung lancar terkendali. Selain dibuka dengan sambutan dari Lailatul Widayati, Ketua FLP Wilayah Bali, Lagu Mars FLP pun menggema menambah semarak suasana.

Kang Ali, sapaan akrab Ali Muakhir, selaku satu-satunya pengisi dalam Workshop ini, mengupas banyak hal tentang pengalaman dan kiat suksesnya menulis cerita anak. Mulai dari cara menumbuhkan motivasi menulis, memahami psikologis anak selaku pasar pembaca, mendetailkan hal-hal yang penting untuk dituangkan dalam cerita anak, hingga simulasi kepenulisan.

“Untuk membuat cerita anak, Anda hanya perlu menceritakan saja, tidak perlu memberikan larangan, aturan-aturan, atau hukum-hukum terkait. Cukup menceritakan saja. Secara sederhana. Tanpa perlu menggunakan bahasa yang rumit. Bahkan sangat memungkinkan menggunakan kalimat yang sama berulang-ulang untuk menanamkan imajinasi di dalam diri anak.” imbuhnya.

Kang Ali banyak mengulas tentang keajaiban-keajaiban imajinasi yang sangat mungkin ada pada diri masing-masing anak dan cara mengembangkannya melalui bacaan-bacaan anak. Para peserta juga diajak menemukan ide-ide sederhana yang ada di lingkungan sekitar dan mengembangkan ide tersebut menjadi sebuah cerita yang layak menjadi konsumsi pembaca. Selain itu peserta juga dibekali teknik menyusun kerangka karangan yang baik untuk memudahkan penulisan ide awal menjadi sebuah cerita utuh.

Materi workshop berlangsung selama 2 jam dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Berbagai doorprize dan ice breaking seru menemani jam istirahat sebelum dilanjutkan pada sesi terakhir yaitu simulasi teknik kepenulisan. Peserta terlihat begitu antusias mengikuti jalannya acara hingga jam 2 siang. Beberapa karya terpilih dari hasil simulasi menulis, dibedah oleh Kang Ali dan berdoorprize special tentunya.


Sangat menggembirakan bertemu dengan para calon penulis cerita anak yang siap bahu membahu mencerdaskan anak bangsa melalui tulisan yang bijak dan bermanfaat. Penuh sungguh keinginan Panitia FLP Wilayah Bali agar hasil dari Workshop kali ini dapat terkenang manfaatnya dengan dihasilkannya sebuah karya kompilasi cerita anak dari seluruh peserta. Panitia memberikan batas waktu satu bulan setelah workshop berlangsung untuk para peserta dapat mengirimkan hasil karyanya dan kemudian diterbitkan. Semoga sukses yaa para pejuang cerita anak. Jangan lupa royaltinya dibagi-bagi nantinya,, semangat. (ky)